BeritaBerita LainnyaBerita Masyarakat AdatPers Rilis

Empat Kali Kinipan Ajukan Wilayah Adat, Kapan Pemerintah Mau Berikan Pengakuan?

Siaran Pers Masyarakat Adat Laman Kinipan

Nanga Bulik, 29 April 2024

Empat Kali Kinipan Ajukan Wilayah Adat,

Kapan Pemerintah Mau Berikan Pengakuan?

Gerakan masyarakat adat di Indonesia, berdiri di atas basis sejarah bahwa masyarakat adat ada, sebelum negara ada. Puluhan tahun praktik bernegara Indonesia mengabaikan dan mengambil hak-hak masyarakat adat. Karena itu, dalam Kongres I Masyarakat Adat Nusantara pada 1999, keluar deklarasi pernyataan: Kalau negara tidak mengakui kami, maka kami tidak mengakui negara!

Negara lantas mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945. Melalui Pasal 18B Ayat 2, pengakuan itu diberikan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Tetapi dalam kenyataannya, perangkat negara yang ada di daerah, sulit sekali memberikan pengakuan atas masyarakat adatnya, yang sudah ada turun-temurun, jauh sebelum negara dan pemerintah daerahnya ada. Mereka lebih mudah memberikan hutan dan lahan, yang sejatinya menjadi ruang hidup masyarakat adat, kepada investor, dengan tanpa berbicara lebih dahulu pada masyarakat adat, daripada meberikan pengakuan terhadap masyarakat adat dan wilayah adatnya.

Mantir (Kepala) Adat Laman Kinipan menyerahkan dokumen usulan pengakuan Masyarakat Adat Laman Kinipan kepada Sekda Kabupaten Lamandau selaku Ketua Panitia MHA Kabupaten Lamandau. Foto Dok @Willem Hengki

Itulah, setidaknya, yang dialami masyarakat adat Laman Kinipan, di Kecamatan Batangkawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Masyarakat Adat Laman Kinipan sudah tiga kali mengajukan berkas usulan pengakuan masyarakat adat dan wilayah adatnya, tapi selalu dimentahkan.

Hari ini, Senin 29 April 2024, Masyarakat Adat Laman Kinipan, kembali mendatangi Kantor Bupati Kabupaten Lamandau, untuk menyerahkan usulan Pengakuan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat Laman Kinipan. Ini untuk yang keempat kalinya Kinipan berbesar hati dan mengerahkan segenap tenaga untuk memperoleh pengakuan itu dari pemerintah daerah.

Hadir mewakili Kinipan, Mantir (Kepala) Adat, Filemon, Ketua Komunitas Adat, Berkat Arus, Kepala Desa, Willem Hengki, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD), Ating, Demang Adat Kecamatan Batangkawa, Rudi, Camat Batangkawa, Indra Yudi S.Th, dan tokoh adat sekaligus saat ini menjabat sebagai Ketua PHD Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lamandau, Effendi Buhing.

Usulan pertama diajukan dan tak mendapat repons baik. Kinipan mengajukan usulan dengan merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Ayat (2) dan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014. Karena tak direspons oleh Pemkab Lamandau, mereka kemudian menggugat Pemkab Lamandau ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya pada Januari 2021.

Uniknya, saat proses PTUN berlangsung, baru ‘terungkap’ informasi jika Pemkab Lamandau telah mengeluarkan surat keputusan tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 188.45/379/XII/HUK/2020 tanggal 01 Desember 2020. PTUN Palangka Raya menolak gugatan Kinipan.

Lalu, hingga lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lamandau No 3 tahun 2023 tentang Pedoman, Pengakuan, dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak, Masyarakat Adat Laman Kinipan, dan AMAN yang disebut sebagai anggota Panitia dalam lampiran SK Panitia MHA Lamandau, tak pernah dilibatkan sekalipun dalam pembahasan perda itu.

Selama proses itu, dua kali Kinipan mengajukan usulan. Semuanya ditolak. Pada usulan ketiga, semuanya dikembalikan. Pemkab Lamandau menjawab melalui surat, bahwa dokumen MHA Kinipan dianggap belum terverifikasi dan tervalidasi.

Effendi Buhing mengatakan, masyarakat Kinipan, kali ini berharap Pemkab Lamandau lebih serius dalam bekerja mengidentifikasi, verifikasi dan validasi usulan ini. Effendi Buhing, dan Ferdi Kurnianto, Ketua PHW AMAN Kalimantan Tengah, menyatakan, selama ini Pemkab Lamandau tidak serius menyikapi usulan pengakuan wilayah adat Laman Kinipan.

Mereka mengatakan tak dilibatkannya AMAN dan Masyarakat Adat Laman Kinipan dalam rapat rapat dan proses teknis penetapan pengakuan Masyarakat Adat, juga tak adanya pembahasan bersama terkait usulan Masyarakat Adat Kinipan, menjadi indikasi tidak seriusnya Pemkab Lamandau. “Seharusnya ini lebih mudah karena keberadaan kita justru membantu tugas pemerintah daerah dalam melakansanakan amanat konstitusi untuk mengakui dan memberikan perlindungan atas hak hak masyarakat adat,” kata Buhing.

Sementara itu, Ferdi Kurnianto menyesalkan, AMAN tidak pernah dilibatkan sebagai pihak terkait. “Secara organisasi, kami sangat kecewa atas sikap Pemkab Lamandau. Mereka memuat nama kami sebagai anggota Panitia MHA, tapi kami tidak dilibatkan. Kalau ingin jujur, libatkan AMAN. Termasuk, misalnya, usulan Kinipan. Undang AMAN Lamandau, AMAN Kalteng, agar kita sama-sama memikirkan bagaimana proses pengakuan ini berjalan,” ucap dia.

Ferdi Kurnianto menambahkan, Panitia MHA Lamandau jangan hanya duduk di belakang meja. Mereka harus jemput bola ke lapangan, bersama masyarakat pengusul untuk melakukan identifikasi, verifikasi dan validasi usulan itu. “Tugas panitia ngapain, kalau hanya terima beres, harus lengkap, sesuai pedoman, lalu tinggal ACC saja. Tugas mereka melakukan identifikasi, verifikasi, validasi, termasuk jika dokumen tidak lengkap atau tidak sesuai, itu termasuk tugas panitia untuk (membantu) melengkapi,” jelas Ferdi.

Ia menjelaskan, seharusnya juga Pemkab Lamandau bisa belajar dari Kabupaten Pulang Pisau dan Sukamara, yang sejak tahun 2019 sudah memberikan pengakuan pada sejumlah masyarakat adat di sana. Saat itu bahkan belum terbit SK Bupati Pulang Pisau dan SK Bupati Sukamara tentang Panitia MHA di kedua Kabupaten tersebut. Di tingkat Provinsi, juga belum terbit SK Gubernur Kalimantan Tengah tentang Panitia MHA Provinsi saat itu. “Dua contoh kasus tersebut bisa jadi pembelajaran. Jika pun harus sesuai dengan pedoman tata cara yang diinginkan, ya tugas panitia bukan hanya duduk pangku tangan,” tegas Ferdi.

Warga Laman Kinipan bersama dengan Demang Kepala Adat Batang Kawa didepan Kantor Bupati Lamandau setelah menyerahkan dokumen usulan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Laman Kinipan. Foto Dok @AMAN Kalteng.

Hal senada juga disampaikan Safrudin Mahendra, dari Save Our Borneo yang organisasinya terlibat dalam Koalisi Keadilan untuk Kinipan bersama AMAN, Walhi, dan YLBHI-LBH Palangka Raya. Ia menambahkan, terbitnya Perda Lamandau Nomor 3 tahun 2023 tentang Pedoman, Pengakuan, dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak perlu diapresiasi. Namun, ia mengingatkan perda itu belum cukup jelas dan terperinci dalam pedoman teknisnya.

“Harapannya, jika nantinya pedoman teknis tersebut akan dibuat dalam bentuk Peraturan Bupati, maka jangan sampai pedoman teknis tersebut memberatkan atau justru mempersulit komunitas dalam pengajuan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat-nya, apalagi target pemerintah dalam mengalokasikan pengelolaan kawasan hutan untuk dikelola masyarakat adat sangat besar dan capaiannya sampai masa-masa akhir Pemerintahan Jokowi ini masih sangat sedikit,” kata Safrudin.

Kinipan sudah memetakan wilayah adatnya secara partisipatif pada 2015. Peta itu dilokakaryakan dan dideklarasikan pada 2016. Seluruh laman tetangga Kinipan, perwakilan pemerintah daerah dan DPRD Lamandau juga hadir. Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pun memberi sertifikat kelayakan atas pemetaan itu agar Kinipan mendapatkan pengakuan. Tapi, pada 2018, hutan wilayah adat Kinipan malah dibabat untuk kepentingan perusahaan sawit. Pada 2020, sejumlah pemuda dan tokoh adat Kinipan, Effendi Buhing justru ditangkap polisi karena tuduhan mencuri gergaji mesin perusahaan. Padahal mereka hanya mempertahankan hutan, lingkungan ruang hidupnya. Mereka kemudian bebas atas tekanan publik.

Kinipan tak ingin, masalah itu terulang. Bagi kami, hanya Pengakuan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat Laman Kinipan adalah solusinya.

Narahubung:

Effendi Buhing 0821 5776 7676

Ferdi Kurnianto 0812 5773 6728

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *