Berita

SATU NYAWA DITELAN, HUKUMAN HANYA 10 BULAN!

Berdasarkan hasil sidang putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya pada tanggal 10 Juni 2024 atas kasus Penembakan warga Bangkal Kabupaten Seruyan yang terjadi saat warga Bangkal melakukan aksi terhadap PT. HMBP 01 pada Oktober 2023 lalu, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Muhammad Affan, S.H., M.H memvonis Iptu Anang Tri Wahyu Widodo hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara dipotong masa tahanan.

Suasana didalam Ruang Sidang saat Sidang Pembacaan Vonis terdakwa kasus penembakan Bangkal

 

Sidang yang awalnya dijadwalkan dimulai pada pukul 12.30 WIB pun baru dimulai sekitar pukul 15.30 WIB. Massa aksi yang terdiri dari Mahasiswa – Mahasiswa serta masyarakat Bangkal dan keluarga Korban meninggal dan cacat turut hadir pada persidangan hari ini guna mengawal dan meminta keadilan terhadap kasus ini. Massa yang sudah ada melakukan aksi demo didepan pagar Pengadilan Negeri Palangka Raya sejak siang hari.

 

Anti klimaks terjadi pada persidangan kali ini, proses hukum yang sudah berjalan selama berbulan bulan dan dalam amar putusan yang dibacakan oleh hakim berisi klausul yang menyatakan bahwa terdakwa Iptu Anang Tri Wahyu Widodo terbukti bersalah yang mengakibatkan 1 (satu) nyawa melayang dan 1 (satu) orang dalam kondisi cacat, hal hal yang meringankan dan menjadi pertimbangan vonis terdakwa justru tidak berhubungan dengan dakwaan dan kesalahan yang dilakukan Iptu Anang Tri Wahyu Widodo yang mana sebagai berikut :

 

  1. Terdakwa Iptu Anang Tri Wahyu Widodo berkelakuan sopan selama dipersidangan.
  2. Terdakwa menyesali, mengakui dan berterus terang atas kelalainya.
  3. Terdakwa telah bertugas dan mengabdi sebagai angggota kepolisian di koprs brimod dan telah memperoleh penghargaan dan tanda jasa dari negara.
  4. Korban telah memperoleh santunan dan sudah melakukan sidang adat.

 

Ini menjadi pertanyaan besar bagi sistem hukum di Kalimantan Tengah dan Majelis Hakim serta Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini, dimana pertimbangan – pertimbangan tersebut menjadi hal –hal diluar kejadian dan tidak menghapus fakta yang terjadi dimana ada konsekuensi hukum bagi terdakwa atas cacat dan hilangnya nyawa orang lain.

 

Usai sidang, massa yang terdiri dari Mahasiswa – Mahasiswa dan masyarakat Bangkal mengejar terdakwa dan meneriaki terdakwa dengan kata – kata “pembunuh”. Di luar pagar Pengadilan Negeri Palangka Raya, keluarga korban bersama massa aksi menyatakan langsung ketidakpercayaan dan ketidakterimaannya atas putusan vonis oleh Majelis Hakim terhadap Iptu Anang Tri Wahyono dengan meneriaki dan meminta untuk Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim bertemu mereka untuk memberikan penjelasan atas putusan sidang tersebut. Salah satu Ibu dari korban penembakan dengan emosional berteriak karena tidak percaya dengan hasil sidang hari ini.

 

“Anak Saya ini cacat, Pak. Bagaimana?”

“75 juta itu ga ada harganya, Pak” teriak salah satu keluarga korban sebagai bentuk kekecewaannya  yang besar.

“Kalau hukum Negara tidak berpihak kepada Masyarakat Adat, lebih baik hukum rimba saja, Pak” lanjut salah satu massa aksi terhadap barisan polisi yang berjejer berdiri dihadapan mereka.

“Bagaimana perasaan Bapak kalau anak Bapak dibuat cacat oleh aparat dan hanya dihukum 10 bulan?”

Suasana usai Sidang Putusan didepan Pengadilan Tinggi Palangka Raya

Sempat terjadi aksi dorong mendorong antara massa aksi dan petugas polisi dikarenakan tidak adanya respon dari petugas polisi maupun pihak Pengadilan Tinggi Negeri Palangka Raya atas protes dan permintaan dari massa yang bahkan mempertanyakan apakah tidak ada permintaan maaf dari pihak terdakwa maupun instansi yang menaungi terdakwa atas kejadian ini.

 

Kejadian ini menjadi satu ironi lagi diantara sekian banyak cerita ketidakadilan bagi Masyarakat Adat di negara kita yang mengalami intimidasi dan kriminilasi oleh aparat dan investor dan diperparah oleh kesan bahwa Institusi Hukum dan Pemerintah yang seharusnya melindungi dan memastikan hak – hak masyarakatnya menutup mata.

 

Menanggapi putusan sidang hari ini, Ferdi Kurnianto selaku Ketua PHW AMAN Kalimantan Tengah menilai bahwa keputusan seperti ini sangat jauh dari unsur keadilan, terutama yang dirasakan oleh keluarga korban meninggal dan cacat akibat perbuatan pelaku. Ferdi membandingkan dengan beberapa contoh kasus selama ini terkait vonis untuk tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat awam untuk kasus yang tidak seberat yang dilakukan pelaku ini seringkali diputuskan pidana berat oleh majelis hakim, sementara untuk kasus penghilangan nyawa seorang manusia seperti ini majelis hakim hanya menjatuhkan vonis dibawah 1 tahun. “Jangan sampai putusan seperti ini terjadi hanya karena pelaku adalah anggota kepolisian, jika memang demikian hal ini dapat menjadi preseden buruk kedepan terkait penegakan hukum di Kalimantan Tengah, dan tentunya akan mencoreng integritas dari sebuah lembaga penegak hukum”.

“Satu nyawa ditelan sama dengan kurungan 10 bulan, inikah harga untuk sebuah nyawa di tanah kita?”  

AP/AMAN KALTENG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *