Advokasi, Kampanye dan Publikasi

 

ADVOKASI, KAMPANYE DAN PUBLIKASI

 

1. ADVOKASI KEBIJAKAN

1.1 Mendorong Terbentuknya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Upaya mendorong terbentuknya Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Provinsi Kalimantan Tengah merupakan bukan kegiatan dan upaya yang baru dilakukan oleh PW AMAN Kalteng bersama mitra kerja di Kalteng. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 7 Tahun yang lalu, atau tepatnya sejak tahun 2012 lalu. Sejak saat itu juga upaya diplomasi melalui lobi dan negosiasi kepada Pemerintahan Provinsi Kalimantan Tengah (Eksekutif dan Legislatif) telah dilakukan.

Dari berbagai proses tersebut sehingga akhirnya tersusun Naskah Akademik dan Draft Raperda Prov. Kalimantan Tengah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak oleh AMAN Kalteng bersama mitra kerja. Walaupun pada akhirnya muncul juga versi lain dari Raperda tersebut oleh pihak DAD Kalteng yang kemudian lebih dulu masuk pada Balegda DPRD Prov. Kalimantan Tengah dibandingkan versi AMAN dan Mitra.

Tidak terlepas dari berbagai proses, dinamika dan orientasi politik di Kalimantan Tengah yang mewarnai kompleksitas permasalahan sehingga belum disahkannya Perda tersebut hingga saat ini. Dapat kami informasikan bahwa saat ini Raperda tersebut tidak lagi masuk dalam pemabahasan DPRD pada Prolegda Kalteng pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019 ini.

Disatu sisi kondisi demikian tentu menyedihkan bagi masyarakat adat, namun disisi lain ada waktu bagi kita untuk mengkoreksi berbagai muatan substansial yang tidak sesuai secara kontekstual bagi masyarakat adat di Kalimantan Tengah.

Pada tanggal 5-6 Agustus 2019 yang lalu PW AMAN Kalteng telah mengadakan Seminar dan Lokakarya untuk mengkaji berbagai muatan pada Draft Raperda tersebut, Sehingga mendapatkan temuan serta melahirkan rekomendasi dan kesepakatan sebagai berikut:

    • Draft RAPERDA PPMHAD yang saat ini telah beberapa kali dalam pembahasan DPRD, secara substansial belum mengakomodir banyak hal terkait kebutuhan Masyarakat Adat Dayak. Selain itu, secara substansi juga belum berbicara banyak terkait Hak-Hak Masyarakat Adat, dan lebih mengakomodir kelembagaan adat (DAD/Dewan Adat Dayak);
    • Menyepakati bahwa Perlu untuk membuat/menyusun Naskah Akademik dan Draft RAPERDA yang baru agar substansi muatannya mengakomodir secara lengkap dan jelas terkait kebutuhan masyarakat adat beserta hak-hak nya;
    • Semiloka ini juga telah membentuk Tim Pengawal RAPERDA PPMHAD Kalteng yang berjumlah 12 Orang (Terdiri dari Perwakilan NGO/CSO dan Universitas/Perguruan Tinggi), yang nantinya akan bertugas untuk mengawal/mendorong percepatan pembentukan Draft RAPERDA PPMHAD yang baru.

Saat ini PW AMAN Kalteng bersama Tim Pengawal Raperda sedang berupaya untuk menyusun Draft Raperda yang baru, agar dapat segera dimasukan pada Prolegda Tahun 2019-2020.

Pada saat ini AMAN Kalteng juga tergabung dalam Tim Koalisi NGO yang berkolaborasi dengan Tim Universitas Palangka Raya dalam pembahasan substansi dan penyusunan naskah akademik dan draft Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. Yang mana draft ini harus segera disampaikan kepada DPRD Provinsi Kalimantan Tengah pada bulan April tahun 2020 ini.

1.2 Mendorong Terbentuknya Peraturan Daerah Kabupaten di Kalimantan Tengah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Upaya mendorong terbentuknya Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat juga dilaksanakan di beberapa Kabupaten oleh Pengurus Daerah.

Beberapa PD yang melakukan upaya mendorong terbentuknya Perda ini umumnya dimulai dengan melakukan lobi kepada Pemerintah Kabupaten untuk membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat sesuai dengan mandat Permendagri No. 52 Tahun 2014.

Adapun upaya inisiasi mendorong terbentuknya Peraturan Daerah pada tingkat Kabupaten tersebut termuat pada table dibawah ini:

No

Kabupaten

Draft Raperda

Panitia Masyarakat Hukum Adat Tingkat Kabupaten

1

Murung Raya

Ada Draft namun belum masuk dalam pembahasan DPRD

Sudah Terbentuk

2

Barito Utara

Belum Ada

Sudah Terbentuk

3

Barito Selatan

Belum Ada

Sudah Terbentuk

4

Pulang Pisau

Belum Ada

Sudah Terbentuk

5

Gunung Mas

Belum Ada

Sudah Terbentuk

6

Barito Timur

Perda sudah di ketok oleh DPRD namun kendala belum diberikan Penomoran Perda oleh Eksekutif sehingga belum disahkan

Sudah Terbentuk

1.3 Mendorong Terbentuknya SK. Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Kegiatan advokasi untuk mendorong lahirnya SK. Bupati ini dilakukan oleh PD AMAN Gunung Mas untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan bagi komunitas adat Lewu Tehang dan Lewu Tumbang Bahanei, dan oleh PD AMAN Barito Utara untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan bagi komunitas adat Leu Karamuan.

Kegiatan ini dilaksanakan melalui skema dukungan Program DGM-Indonesia yang dikerjakan secara bersama oleh PW AMA Kalteng, PD AMAN Gunung Mas dan PD AMAN Barito Utara, serta Komunitas Lewu Tehang, Lewu Tumbang Bahanei dan Leu Karamuan.

Upaya advokasi sejauh ini telah berhasil membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat pada Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Barito Utara, dan akan dilanjutkan pada bulan maret 2020 untuk melakukan lobi kepada pihak Bupati pada dua Kabupaten tersebut.

1.4 Mendorong Penetapan Hutan Adat Kinipan.

Kegiatan ini atas kolaborasi antara PW AMAN Kalteng, PD AMAN Lamandau dan BRWA. Wilayah adat Laman Kinipan yang telah selesai dipetakan kini diusulkan kepada KLHK untuk dapat ditetapkan beberapa kawasannya sebagai Hutan Adat. Usulan penetapan Hutan Adat ini juga sebagai bagian dari upaya advokasi kasus Laman Kinipan yang selama ini berkonflik dengan PT. SML.

Sejauh ini semua dokumen administrasi pengusulan telah lengkap dan telah disampaikan kepada BRWA untuk segera diserahkan kepada KLHK.

1.5 Mendorong Pemerintah di Kalimantan Tengah untuk turut mendorong Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.

Dalam beberapa momen dan kesempatan, PW dan PD di Kalimantan Tengah juga berupaya agak “provokatif” kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Kalimantan Tengah agar juga terlibat aktif untuk medorong Pemerintah Pusat segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang selama ini selalu tertunda pengesahannya.

2. ADVOKASI KASUS KOMUNITAS

2.1 Advokasi Kasus Laman Kinipan

Sampai dengan akhir tahun 2019 ini, konflik antara komunitas Laman Kinipan dengan PBS PT. Sawit Mandiri Lestari (PT. SML) belum juga berakhir. Permasalahan antara komunitas Laman Kinipan dengan PT. SML sudah bermulai sejak tahun 2012 yang lalu, dimana muncul penolakan dari masyarakat, Pemerintah Desa, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat Laman Kinipan terkait rencana perusahaan tersebut yang ingin beroperasi di wilayah adat Laman Kinipan.

Penolakan dan protes warga semakin mencuat sejak bulan April 2018 yang lalu ketika PT. SML tanpa seizin dari komunitas melakukan kegiatan pembukaan lahan dan hutan (land clearing) di dalam wilayah adat Laman Kinipan. Kegiatan produksi dan pembukaan lahan dan hutan pada wilayah adat Laman Kinipan tersebut masih berlangsung sampai dengan saat ini tanpa henti.

Sebagai bentuk penolakan dan perlawanan atas aktivitas PT. SML tersebut, warga komunitas Laman Kinipan telah melakukan berbagai hal dan upaya, diantaranya sebagai berikut:

    • Melakukan Pemetaan Wilayah Adat sejak Tahun 2015;

    • Verifikasi Wilayah Adat Laman Kinipan oleh BRWA pada tanggal 24 April 2017;

    • 27 Juli 2017, BRWA dengan resmi mengeluarkan sertifikat wilayah adat Laman Kinipan. Dalam kesempatan ini, dilakukan pula deklarasi wilayah adat dengan mengundang Kepala Desa dan Tokoh Adat desa sekitar atau yang berbatasan langsung dengan Desa Kinipan. Yang mana dalam kesempatan tersebut seluruh Kepala Desa dan Tokoh Adat sekitar ikut membubuhkan tanda tangan dan tidak ada protes keberatan terkait wilayah adat yang disertifikasikan;

    • 17 April 2018 Pemerintah Desa dan Masyarakat Kinipan bersurat kepada pimpinan PT Sawit Mandiri Lestari, perihal Permohonan Penghentian Aktivitas Pembukaan Lahan di Wilayah Adat Laman Kinipan;

    • 23 Mei 2018, komunitas masyarakat adat Laman Kinipan dan pemerintah desa kembali melakukan rapat. Dalam rapat tersebut diputuskan, pengurus komunitas adat beserta para tokoh Laman Kinipan sekapat untuk meminta pendampingan dan bantuan hukum kepada PB AMAN pusat, BRWA, Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, KomnasHAM di Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan;

    • 28 Mei 2018, 8 orang perwakilan masyarakat adat Laman Kinipan berangkat ke Jakarta dengan tujuan meminta penyelesaian masalah penggusuran wilayah adat oleh PT SML;

    • 23 September 2018, komunitas adat Laman Kinipan mengutus 10 orang tim survei untuk melihat langsung perkembangan kondisi di lapangan, tepatnya di hulu Sungai Toin. Hasilnya wilayah adat Laman Kinipan itu kembali digusur secara masif, termasuk hutan yang terbilang rimba juga digusur;

    • 30 September 2018 dalam rapat tersebut juga diputuskan. Seluruh masyarakat adat Laman Kinipan sepakat untuk mengadakan aksi damai menyampaikan asporasi kepada DPRD Kabupaten Lamandau;

    • Aksi damai dilaksanakan pada 8 Oktober 2018 pada saat ini juga Lembaga Adat Laman Kinipan menjatuhkan denda atau Kamuh sebesar Rp 5 milyar kepada PT. SML atas pelanggaran yang terjadi;

    • Beberapa diundang Rapat dengan pihak Kantor Staf Presiden dan Kemen ATR/BPN.

    • Meminta bantuan dampingan advokasi kepada berbagai Lembaga/Organisasi non pemerintahan baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten.

Namun dari berbagai upaya mendapatkan solusi yang telah dilakukan oleh pihak komunitas Laman Kinipan tersebut, sampai dengan saat ini masih belum mendapatkan penyelesaian, sementara pihak perusahaan terus melakukan penghancuran wilayah adat dan ruang hidup Laman Kinipan.

Mengingat banyak Lembaga/organisasi non pemerintahan baik dari pusat maupun kalteng yang berkegiatan pendampingan kasus dan kampanye di Kinipan, maka atas hasil kesepakatan antara komunitas Laman Kinipan dengan Lembaga Koalisi yang mendukung advokasi untuk berbagi peran dalam pendampingannya.

Pembagian peran yang dimaksud adalah sebagai berikut :

AMAN Kalteng (PW, PD Kobar dan PD Lamandau)

Berperan dalam pengorganisiran komunitas, dan membangun solidaritas antar kampung yang berada di sekitar laman Kinipan untuk juga berjuang bersama Kinipan mempertahankan wilayah adatnya dari kegiatan eksploitasi PT. SML. Karena dampak dari kegiatan PT. SML juga merambat kepada kampung-kampung sekitar kita hutan dan wilayah adat Laman Kinipan telah habis tergarap.

Save Our Borneo (SOB), JPIC, dan Media

Berperan dalam hal kampanye dan publikasi untuk mendapatkan dukungan terhadap Laman Kinipan.

Walhi dan AMAN

Berperan dalam hal Litigasi ketika kasus beranjak kepada ranah hukum.

Kegiatan saat ini yang sedang dilaksanakan oleh PW AMAN Kalteng yaitu melakukan Konsolidasi Dayak Tomun pada kampung-kampung di DAS Batang Kawa dan DAS Delang untuk membangun solidaritas komunitas sekitar sama-sama berjuang dengan komunitas Laman Kinipan mempertahankan wilayah adat dan ruang hidupnya dari aktivitas PT. SML.

2.2 Advokasi Kasus Kriminalisasi Peladang Tradisional.

Kasus kriminalisasi bagi Peladang Tradisional di Kalimantan Tengah semakin mencuat ketika Pak Saprudin warga komunitas anggota AMAN di Kabupaten Murung Raya di jerat hukum karena membakar ladang atas dakwaan sebagai pelaku pembakaran hutan dan lahan oleh pihak Kepolisisan. Yang kemudian dilanjutkan dengan penangkapan pak Gusti Maulidin dan Pak Sarwani warga komunitas anggota AMAN di Kabupaten Kotawaringin Barat atas dakwaan yang sama. Dalam pendampingan hukum pada persidangan warga komunitas anggota AMAN baik di Pangkalanbun maupun di Murung Raya (Muara Teweh) di damping oleh Pengacara dari PPMAN dan dampingan PW dan PD AMAN di Kalteng atas dukungan dari PB AMAN.

Kegelisahan atas berbagai kriminalisasi Peladang Tradisional di Kalimantan Tengah semakin menguat ketika teridentifikasi dari berbagai laporan warga masyarakat dari berbagai daerah dan pernyataan dari beberapa NGO di Kalimantan Tengah.

Dari berbagai laporan yang masuk, PW AMAN Kalimantan mencatat ada 35 Peladang Tradisional di Kalimantan Tengah yang dijerat hukum atas dakwaan sebagi pelaku pembakaran hutan dan lahan di Kalteng pada tahun 2019 ini. Dari 35 Orang Peladang Tradisional tersebut, 9 orang yang kami dapat susun kelengkapannya data informasi kasusnya dari berbagai sumber, sisanya belum mendapat informasi yang jelas terkait kronologis perkara, dan ada juga ada beberapa orang yang dapat dibebaskan ketika proses hukum baru sampai tingkat penyidikan di Polsek. Data Perkara dan Penanganan Hukum Peladang Tradisional Terlampir.

Maka sebagai respons atas perlakuan aparat kepolisian yang marak mengkriminalisasi para Peladang Tradisional tersebut, PW AMAN Kalteng mengambil inisiatif untuk mengajak Pengurus Daerah AMAN melakukan aksi demo kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum sebagai bentuk Solidaritas kepada Peladang Tradisional yang saat ini banyak dijerat hukum.

Wacana untuk melakukan aksi demo tersebut ternyata mandapat respons yang baik dari berbagai NGO/CSO lainnya di Kalteng untuk tergabung pada aksi Solidaritas Peladang Tradisional Kalimantan Tengah. Maka dari itu disusunlah perencanaan untuk mengadakan aksi pada 3 Titik Lokasi, yaitu di Palangkaraya pada tanggal 10 Desember 2019 dikoordinir oleh PW AMAN Kalteng, Pangkalanbun pada tanggal 9 Desember 2019 dikoordinir oleh PD AMAN Kotawaringin Barat dan Muara Teweh pada tanggal 6 Desember 2019 dikoordinir oleh PD AMAN Barito Utara.

Tuntutan yang di suarakan dari aksi tersebut yaitu sebagai berikut :

1

Menuntut kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk segera membebaskan semua Peladang Tradisional yang sedang menjalani proses hukum dan yang sudah ditahan, tanpa syarat.

2

Menegaskan kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk tidak lagi melakukan upaya kriminalisasi terhadap Peladang Tradisional mulai saat ini hingga akan datang.

3

Menegaskan kepada setiap orang bahwa Pembakaran Ladang bukan Pembakaran Hutan dan Lahan.

4

Menegaskan kepada setiap orang bahwa praktek-praktek berladang adalah upaya untuk mempertahankan hidup, tradisi dan budaya Dayak.

5

Menyatakan kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum bahwa Pelarangan Berladang dengan menerapkan praktek-praktek kearifan lokal adalah salah satu bentuk penghancuran budaya dan tradisi Dayak.

6

Menegaskan bahwa praktek Perladangan Tradisional oleh masyarakat di Kalimantan Tengah merupakan bentuk kedaulatan kami terhadap pangan, konsumsi, ekonomi, sosial, budaya serta kedaulatan atas tanah dan ruang hidup kami.

7

Pemerintah harus menindak tegas dan transparan sesuai hukum setiap korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan pada areal konsesi izinnya.

8

Pemerintah harus segera mencabut izin-izin korporasi yang terbukti melanggar aturan (perizinan, pelanggaran pada praktek produksi, dan sebagainya).

9

Pemerintah harus segera mencabut dan/atau merevisi setiap regulasi terkait pelarangan berladang dengan kearifan local serta berbagai regulasi yang tidak kontekstual dengan masyarakat adat (Inpres No. 11 Tahun 2015, Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016, dll).

10

Menegaskan kepada Aparat Penegak Hukum untuk mengimplementasikan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup agar tidak hanya mengacu pada Larangan di Pasal 69. Tetapi juga memahami secara jelas dan kontekstual Penjelasan Pasal 69 Ayat (2) pada UU tersebut.

11

Menuntut Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah untuk segera membentuk dan mengesahkan PERDA Perladangan Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kalimantan Tengah.

12

Menuntut Kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah untuk segera membentuk dan mengesahkan PERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak Kalimantan Tengah.

13

Menuntut Kepada Pemerintah Pusat untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.

Hasil dari aksi Solidaritas Peladang Tradisional Kalimantan Tengah ini memang tidak berdampak langsung dengan dibebaskannya para terdakwa dari proses hukum di Pengadilan yang saat ini tengah mereka jalani. Tetapi dampak penting yang terbentuk dari aksi ini yang kami catat adalah sebagai berikut:

1

Tekanan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Kalimantan Tengah untuk segera membentuk dan mengesahkan PERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat semakin marak dan hangat disuarakan oleh berbagai elemen masyarakat dan organisasi/lembaga non pemerintahan di Kalimantan Tengah. Situasi yang dahulu hanya ada beberapa NGO/CSO saja yang berbicara tentang Segera Bentuk dan Sahkan PERDA PPHMA di Kalteng kini semakin massif disuarakan oleh berbagai pihak. Kesadaran berbagai pihak terkait kebutuhan “payung hukum” daerah untuk melindungi peladang tradisional dan masyarakat adat dengan segala hak-hak tradisional dan kearifan lokal suku Dayak di Kalimantan Tengah terbentuk dari aksi ini.

2

Desakan kepada Pemerintah Pusat secara langsung maupun desakan melalui Pemerintah Daerah di kalteng (Eksekutif maupun Legislatif) untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat juga semakin marak dan hangat sebagaimana kondisi pada Poin 1 diatas.

3

DPRD Provinsi Kalimantan Tengah membuka ruang kepada semua organisasi/lembaga yang tergabung dalam Solidaritas Peladang Tradisional Kalimantan Tengah untuk sama-sama memberi masukan terhadap perbaikan substansi Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan Tengah dan mengupayakan agar Raperda tersebut untuk dibahas kembali dan dapat disahkan pada Prolegda Kalimantan Tengah Tahun 2019/2020 ini.

4

Terbentuknya solidaritas antar Organisasi/Lembaga/OKP maupun Individu masyarakat di Kalimantan Tengah dalam hal kepedulian terhadap hak-hak tradisional dan kondisi peladang tradisional, yang mana Peladang Tradisional di Kalimantan Tengah mayoritas merupakan masyarakat adat.

5

Peran Media (Cetak/Elektronik/Online) dalam menyampaikan informasi terkait aksi dan tuntutan Solidaritas Peladang Tradisional Kalimantan Tengah kepada publik di Kalteng juga sangat turut membentuk berbagai kepedulian dan respon positif masyarakat akan pentingnya segera ada regulasi daerah bagi peladang tradisional dan masayarakat adat di Kalteng.

Peran PW AMAN Kalteng terhadap dampak di atas adalah bagaimana menjaga semangat kawan-kawan tersebut tetap hidup, sehingga tekanan yang dilakukan secara bersama kepada Pemerintah Kalteng untuk segera membentuk dan mengesahkan regulasi daerah di Kalimantan Tengah terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat adat segera terjadi.

2.3 Advokasi kasus lainnya.

Selain beberapa kasus diatas, PW AMAN Kalteng selama ini juga tergabung dengan berbagai forum koalisi dan solidaritas untuk penanganan konflik di Kalimantan Tengah. Seperti Koalisi Advokasi Kasus Penyang, Koalisi Anti Kekerasan Seksual, Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Food Estate, dan lain sebagainya.

3. KAMPANYE DAN PUBLIKASI

Dalam hal kampanye dan publikasi terutama dalam penyampaian informasi kegiatan Pengurus AMAN maupun komunitas melalui berbagai media informasi kami sadari memang menjadi kelemahan kami di BPHW AMAN Kalteng. Saat ini kami hanya dapat menshare berita-berita informasi terkait masyarakat adat kreasi pihak lain. Kami belum memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan kegiatan jurnalistik mandiri dalam kampanye dan publikasi ini. Harapan kedepan kami dapat segera mengatasi kekurangan ini.