BeritaBerita Masyarakat AdatKasusPers Rilis

WILLEM HENGKI: “SAYA MINTA DIBEBASKAN BUKAN KARENA SAYA BERSALAH, TAPI KARENA SAYA TIDAK BERSALAH!”

Setelah menempuh belasan sidang, Senin 06 Juni 2022, Sidang Kasus Dugaan Korupsi Jalan Usaha Tani Pahiyan Desa Kinipan dengan Willem Hengki sebagai terdakwa dan saat ini menjalani statusnya sebagai tahanan kota memasuki agenda mendengarkan Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum. Melalui Tim Penasehat Hukum terdakwa, sidang yang dimulai pukul 10.00 WIB dan selama satu (1) jam lebih Tim Penasehat Hukum Terdakwa membacakan Nota Pembelaannya terhadap terdakwa Willem Hengki. Pada sidang kali ini, pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Kejaksaan Negeri Lamandau hadir secara online (via zoom meeting).

Dalam pembelaan yang dibacakan, Tim Penasehat Hukum kembali memaparkan fakta-fakta persidangan yang sesuai maupun tidak sesuai dengan tuntutan JPU, terkait keterangan saksi – saksi fakta dan saksi ahli  yang akan mempengaruhi pertimbangan Hakim pada Sidang Putusan nanti.

Pada pembacaan akhir Nota Pembelaan, dalam kesimpulannya Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyampaikan bahwa Tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) baik itu dakwaan primer maupun subsider tidak terbukti. Sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku, terdakwa seyogyanya dibebaskan dari segala Tuntutan; dengan menilai semua proses sidang yang telah dijalani sampai dengan saat ini menghasilkan empat (4) point Pembelaan (Pledoi), yaitu:

  1. Bahwa Jalan Usaha Tani Pahiyan dengan Panjang 1.300 Meter dan lebar 8 – 10 Meter yang dikerjakan sebanyak dua (2) kali oleh CV. Bukit Pendulangan yakni pada tahun 2017 berupa pembuatan jalan baru dan pada tahun 2019 berupa pekerjaan pembersihan jalan, terbukti memang ada; masih digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat Kinipan.
  2. Jalan Usaha Tani Pahiyan Desa Kinipan yang dikerjakan oleh CV. Bukit Pendulangan pada tahun 2017; dan terdapat bukti belum dibayar oleh Pemerintah Desa Kinipan pada tahun 2017, sebelum terdakwa menjabat sebagai Kepala Desa Kinipan.
  3. Pengeluaran Keuangan Anggaran Desa Kinipan tahun 2019 yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh terdakwa selaku Kepala Desa Kinipan yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan desa, yakni dianggarkan sejumlah Rp. 350.269.000,- (tiga ratus lima puluh juta dua ratus enam puluh sembilan ribu rupiah) dalam APBD Desa Kinipan tahun 2019 merupakan bentuk pelaksanaan prestasi dan kewajiban pemerintah Desa Kinipan kepada CV. Bukit Pendulangan sebagai pelaksana pekerjaan pembuatan dan pembersihan Jalan Usaha Tani Pahiyan Desa Kinipan.
  4. Perbuatan terdakwa selaku Kepala Desa Kinipan menggunakan dana desa anggaran tahun 2019 sebesar Rp. 350.269.000,- (tiga ratus lima puluh juta dua ratus enam puluh sembilan ribu rupiah) adalah bentuk perbuatan yang menunjukkan itikad baik dari terdakwa tanpa ada maksud atau niat jahat yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi terdakwa atau yang lainnya; dan terdakwa tidak mendapatkan keuntungan pribadi dari penggunaan anggaran tersebut. Dengan demikian, secara jelas bahwa bukti perbuatan terdakwa selaku Kepala Desa Kinipan tidak termasuk dalam delik tindak pidana korupsi sehingga kami sebagai Penasehat Hukum terdakwa menolak dakwaan dan tuntutan terhadap terdakwa.

Dalam uraian akhir pun, Tim Penasehat Hukum terdakwa menyampaikan 5 (lima) point kepada Majelis Hakim dan semua majelis sidang yang hadir yaitu:

  1. Bahwa Terdakwa Willem Hengki tidak terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi yang di atur dalam Pasal 2 (dua) ayat 1 (satu) UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana juga diucapkan dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31  tahun 1999;
  2. Membebaskan Willem Hengki dari segala dakwaan dan tuntutan serta memutus bebas Willem Hengki.
  3. Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengeluarkan terdakwa Willem Hengki segera setelah putusan ini diucapkan.
  4. Memulihkan dan mengembalikan harkat serta martabat terdakwa Willem Hengki kembali seperti semula.
  5. Meminta untuk memutuskan secara adil serta keadilan yang baik.

Dalam kesempatan menyampaikan pembelaannya secara langsung tepat sebelum sidang ditutup, tak banyak yang Willem Hengki sampaikan. Secara lugas, Willem Hengki menyatakan ia memang tidak bersalah dan meminta untuk diputus bebas,

“Saya ucapkan terimakasih yang setinggi – tingginya kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini karena saya sudah menggangap Bapak Hakim memperlakukan adil dan luar biasa. Yang sangat saya sesalkan, kenapa niat baik saya untuk Desa Kinipan justru berujung pidana. Oleh karenanya, saya sampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim, kalau saya salah, jangan sekalipun hati Bapak iba terhadap saya, kalau salah nyatakan saya salah. Tetapi sebaliknya, kalau saya benar, Bapak Majelis Hakim, sudi kiranya vonis memutus bebas perkara ini.Dan saya tidak memohon untuk dibebaskan karena saya salah, tetapi saya minta dibebaskan karena saya tidak bersalah”, ucapnya.

Sidang berakhir pada pukul 12.05 WIB dan sesuai dengan agenda selanjutnya, sidang kembali digelar pada Rabu, 08 Juni 2022 dengan agenda Replik (Jawaban atas Pledoi) oleh JPU dan Senin, 13 Juni 2022 dengan agenda Duplik (Tanggapan atas Replik) oleh Penasehat Hukum/terdakwa, lalu pada Rabu 15 Juni 2022 akan masuk pada Sidang Putusan oleh Majelis Hakim. Ketua Majelis Hakim menegaskan, jika JPU mangkir atau tidak siap pada agenda sidang tanggal 08 Juni 2022, maka tidak ada penundaan lagi dan sidang dilanjutkan sesuai agenda berikutnya.

Seusai sidang saat di temui diluar ruangan, Aryo Nugroho selaku salah satu Tim Kuasa Hukum terdakwa menyatakan optimis akan putusan nanti dan tetap pada pernyataan awal bahwa Willem Hengki harus diputus bebas,

“Dari pembelaan kami ini tidak terbukti. Yang ingin kami sampaikan dalam pembelaan ini bahwa pertama, ini tidak ada unsur niat ya dalam diri terdakwa melakukan pembayaraan tersebut untuk kepentingan pribadi tapi kepentingan untuk membayarkan utang (desa), secara fakta persidangan ini belum dibayarkan. Lalu kita soroti bahwa sebenarnya secara kewenangan beliau punya kewenangan karena selaku Kepala Desa sah, di SK-kan oleh Bupati dan terkait penyalahgunaan wewenang, ini juga tidak terbukti karena ini sudah sesuai prosedur, melakukan pembayaran itu didahului dengan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dan segala macamnya jadi kita anggap itu tidak terbukti. Terkait dengan kerugian keuangan negara, dalam hal ini kita membantah. Bahwa kerugian keuangan negara itu dilaporkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Kalimantan Tengah, ini atas laporan dinas PU (Pekerjaan Umum) Kabupaten Lamandau. Kita tanggapi dalam pembelaan kita bahwa hitungan yang dibuat oleh Dinas PU Kabupaten itu sangat berbeda dengan hitungan – hitungan yang lain karena pembuatan jalan ditahun 2017 itu ada RABnya, 2019 waktu pembayaran itu juga ada RABnya terus di 2020 juga ada RABnya. Dari 3 (tiga) RAB ini Dinas PU itu lebih rendah ya, terkait dengan waktu pekerjaan. Dalam RAB (PU) yang kita temui, itu hanya memerlukan waktu 58 (lima puluh delapan) jam untuk membangun jalan itu. Ini, kan tidak masuk akal. Keterangan saksi juga dari Dinas PU bahwa mereka tidak melihat kondisi fisik awal pembuatan jalan sehingga mereka akui juga akhirnya terjadi perbedaan perhitungan. Mereka juga tidak menganggarkan soal penggunaan alat berat, ini juga yang membuat perhitungan jadi tidak sama. Dari semua hal ini kita sampaikan tanggapan pembelaan kita dan ujungnya kita minta untuk Majelis Hakim ini untuk (Willem Hengki) diputus bebas karena tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana”.

Bentuk pernyataan sikap yang tegas juga tak henti disampaikan oleh Ferdi selaku Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah diluar ruangan sidang.

“Kita tetap dan terus kawal kasus ini sampai dengan sidang putusan minggu depan dan Willem Hengki harus bebas!”.

#SAVEKINIPAN #BEBASKANWILLEMHENGKI #SahkanRUUMasyarakatAdat #HentikanOligarki

AP/infokomamankalteng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *