Pers Rilis

Koalisi Keadilan Untuk Tempayung : Kades Syahyunie Membela Hak Masyarakat Adat Tempayung

SIARAN PERS

Kades Syahyunie Membela Hak Masyarakat Adat Tempayung,

Tak Pantas Dikriminalisasi!

Syahyunie (47 tahun) Kepala Desa Tempayung, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah dijadikan tersangka oleh Kepolisian Resort (POLRES) Kotawaringin Barat. Pria yang juga anggota komunitas Masyarakat Adat Tempayung ini dituduh sebagai dalang pemortalan akses perkebunan PT. Sungai Rangit Sampoerna Agro, yang dilakukan masyarakat adat Desa Tempayung. Kini kasusnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat.

Syahyunie pertama kali dijemput polisi di Bandara Iskandar Pangkalanbun, saat pulang perjalanan dinas dari Jakarta pada Jumat 27 September 2024. Ia dibawa ke POLRES Kotawaringin Barat di Pangkalanbun, diperiksa kemudian dijadikan tersangka. Ia tidak ditahan saat itu karena permintaan Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Kotawaringin Barat dan jaminan dari Camat Kotawaringin Lama. Namun, status tersangka tetap melekat padanya.

Ia dikenakan wajib lapor. Ia bersama tokoh-tokoh adat dan tetua kampung Tempayung pernah meminta kepada POLRES Kotawaringin Barat untuk dihentikan penyidikan kasusnya. Ia juga pernah bersurat dengan lampiran tanda tangan masyarakat yang mendukungnya, meminta kepolisian mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) sebelum pelaksanaan Pilkada 2024. Tapi POLRES Kotawaringin Barat tak menggubris.

Seminggu pasca Pilkada, Kamis 5 Desember 2024, kasus Syahyunie dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat. Ia lalu ditetapkan sebagai tahanan rumah. Reputasinya yang baik sebagai seorang Kepala Desa dan bertahun-tahun sebelumnya sebagai Sekretaris Desa, juga tak pernah melanggar hukum, tak membuatnya mendapatkan perlakuan yang lebih pantas. Sebagai tersangka, ia diperlakukan layaknya seorang kriminal. Sebuah gelang pelacak dengan teknologi GPS dipasang di pergelangan kakinya oleh Kejaksaan. Pemasangan gelang pelacak pada pergelangan kaki Syahyunie Kepala Desa Tempayung ini kami nilai sebagai sesuatu yang berlebihan dan tidak manusiawi oleh Kejaksaaan Negeri Kotawaringin Barat. Bagaimana bisa kriminalisasi kepada Syahyunie yang hanya menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Desa untuk mengakomodir kehendak komunal masyarakat Tempayung untuk mendapatkan hak mereka untuk segera dilaksanakan oleh PT. Sungai Rangit Sampoerna Agro kemudian dituduh sebagai dalang pemortalan lalu diperlakukan melebihi dari pelaku kejahatan murni. Sementara dalam banyak kasus selama ini, tersangka korupsi oleh KPK maupun tersangka pidana murni saja tidak pernah sampai dipasangkan alat pelacak GPS di pergelangan kakinya.

Syahyunie, sebagai Kepala Desa dan sebagai anggota dari komunitas masyarakat adat sebenarnya hanya mengakomodasi dan ikut memperjuangkan tuntutan warga Tempayung. Ini peran yang memang seharusnya ia lakukan sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warganya.

Selain penetapan tersangka kepada Syahyunie Kepala Desa Tempayung, aparat kepolisian POLRES Kotawaringin Barat juga melakukan pemanggilan kepada 4 orang warga Tempayung terkait kasus yang sama seperti Kepala Desa Tempayung. Tidak menutup kemungkinan nasib 4 warga Tempayung ini akan berakhir sama seperti Kepala Desa mereka yang dikriminalisasi.

PT Sungai Rangit Sampoerna Agro telah beroperasi di Desa Tempayung hampir 30 tahun. Luas kebunnya mencapai lebih dari lima ribu hektar di wilayah Tempayung. Sementara, kebun kemitraan plasma di sana hanya 336 hektar. Artinya hanya sekitar 6% persen saja kebun plasma di sana, jauh dari ketentuan pemerintah, sebesar 20%.

Proses hukum terhadap Syahyuni yang disebut sebagai dalang di balik aksi pemortalan akses kebun sawit perusahaan itu berlebihan. Ini patut dicurigai sebagai proses hukum yang berbau pesanan, hanya untuk meredam upaya masyarakat menuntut keadilan agraria. Ratusan warga Tempayung membuat portal adat di sejumlah titik adalah perjuangan bersama. Ini merupakan bentuk kekecewaan warga akibat pihak perusahaan yang tak pernah mendengarkan permintaan mereka yang sudah disampaikan beberapa kali sebelumnya oleh pihak desa.

Jika perusahaan merasa rugi secara ekonomi dengan penutupan akses kebun sekitar lima bulan di Desa Tempayung, itu tak sebanding dengan kerugian masyarakat Tempayung yang sudah kehilangan ribuan hektar ruang hidupnya untuk pembukaan kebun perusahaan sawit, yang hasilnya kecil dari harapan mereka sejak berpuluh tahun lalu.

Alih-alih bersikap akomodatif terhadap tuntutan warga, di lapangan ketika berhadapan dengan warga, staf perusahaan malah menunjukkan sikap tidak menghormati adat, sebagaimana disampaikan masyarakat.

Selain daripada itu, kasus ini juga dalam penanganan mediasi Pemkab Kotawaringin Barat. Sangat disayangkan jika upaya mediasi harus berakhir di meja hijau, dengan korban kriminalisasinya adalah Kepala Desa. Ini menambah deretan kegagalan mediasi Pemkab Kotawaringin Barat dalam penanganan konflik tenurial dan agraria yang melibatkan masyarakat dengan perusahaan besar swasta.

Peristiwa yang menimpa masyarakat dan kades Tempayung bukan merupakan kasus kriminalisasi pertama yang terjadi di Kalimantan Tengah bahkan terhitung sejak lima (5) Tahun belakangan ini, ada beberapa konflik yang terjadi di Kalimantan Tengah yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, konflik berupa Perampasan Wilayah Adat dan Hutan Adat, Intimidasi , Kriminalisasi, Bahkan sampai penembakan kepada Warga Masyarakat Adat di Komunitas Adat Bangkal yang berada di Seruyan Kalimantan Tengah, konflik antara Masyarakat Adat dengan Pihak Perusahaan Korporasi PT.HMBP I. Konflik ini terjadi baru-baru pada 1 tahun belakangan ini yang sempat boming di Kalimantan Tengah, karena buntut dari konflik ini yaitu berujung pada perlakuan Penembakan oleh Aparat kepada Masyarakat Adat Bangkal, dengan dalih aparat menjaga keamanan di perusahaan PT.HMBP I.

Tuntutan perusahaan utk memenuhi kewajiban uu sebesar 20% plasma, bukan hanya terjadi di Tempayung tp juga dibanyak tempat, misalnya di Seruyan dst.

Maraknya tuntutan pemenunan kewajiban 20% tersebut menunjukkan rendahnya tingkat kaptuhan perusahaan dalam memenuhi komitmen pemenuhan hak – hak masyarakat. Situasi seperti ini jika tidak segera diselesaikan oleh pemerintah akan menimbulkan ledakan serupa dibanyak tempat.

Oleh karena itu, kami masyarakat adat Tempayung bersama Organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam KOALISI KEADILAN UNTUK TEMPAYUNG menilai bahwa :

  1. Konflik tenurial dan agraria yang terjadi antara masyarakat adat Tempayung dengan PT. Sungai Rangit Sampoerna Agro terjadi karena hilangnya wilayah adat dan ruang-ruang penghidupan masyarakat adat akibat pemberian konsesi perizinan dari pemerintah kepada korporasi.
  2. Kewajiban perusahaan (kemitraan, plasma, dsb) yang tidak diberikan sepenuhnya kepada masyarakat adat Tempayung oleh PT. Sungai Rangit Sampoerna Agro.
  3. Tidak berjalannya proses monitoring-evaluasi perizinan oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat terhadap perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya.
  4. Penetapan Syahyunie Kepala Desa Tempayung sebagai tersangka merupakan sebuah kriminalisasi yang dilakukan oleh PT. Sungai Rangit Sampoerna Agro. Jika perkara Kepala Desa Tempayung terus dilanjutkan atau bahkan diputus bersalah oleh majelis hakim nantinya, maka ini menjadi preseden buruk bagi Pemkab Kotawaringin Barat. Tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kriminalisasi yang sama terhadap Kepala Desa lainnya yang menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Kepala Desa di Kotawaringin Barat.
  5. Konflik tenurial dan agraria yang terjadi di Tempayung maupun kriminalisasi terhadap Kepala Desa Tempayung ini akibat dari abainya Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat dalam memberikan pengakuan dan perlindungan formal melalui regulasi daerah bagi masyarakat adat di Kotawaringin Barat.
  6. Kriminalisasi Kepala Desa Tempayung memperlihatkan bagaimana dalam situasi konflik yang terjadi antara masyarakat dengan korporasi, aparat keamanan dalam hal ini Kepolisian Resort Kotawaringin Barat lebih cendrung berpihak kepada perusahaan dibanding masyarakat.

Oleh sebab itu, kami masyarakat adat Tempayung bersama  Organisasi Masyarakat Sipil  yang tergabung  dalam KOALISI KEADILAN UNTUK TEMPAYUNG menuntut :

  1. Bebaskan Syahyunie, Kepala Desa Tempayung sekaligus ketua Komunitas Masyarakat Adat Tempayung dari kriminalisasi PT Sungai Rangit Sampoerna Agro! Orang yang sedang memperjuangkan hak-hak masyarakat tak pantas dikriminalisasi!
  2. Menuntut Kejaksaaan Negeri Kotawaringin Barat untuk segera melakukan Penghentian Penuntutan Perkara Syahyunie Kepala Desa Tempayung! Serta mengembalikan hak dan martabat serta memulihkan nama baik Syahyunie selaku masyarakat adat dan Kepala Desa Tempayung!
  3. Menuntut pertanggungjawaban Pemkab Kotawaringin Barat untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi semua Kepala Desa di Kotawaringin Barat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya!
  4. Menuntut Pemkab Kotawaringin Barat untuk serius menyelesaikan konflik agraria di Tempayung dan desa-desa lain di wilayah Kotawaringin Barat! Pemkab Kotawaringin Barat, dalam hal menyelesaikan konflik, harus menyelesaikannya sampai ke akar masalah dengan output berupa keadilan bagi masyarakat, bukan berpihak kepada korporasi!
  5. Mendesak Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten) untuk segera melakukan monitoring-evaluasi perizinan perusahaan PT Sungai Rangit Sampoerna Agro yang diduga abai menjalankan kewajibannya!
  6. Menuntut PT Sungai Rangit Sampoerna Agro memberikan plasma yang menjadi hak warga Tempayung seluas 20% dari luasan kebun PT Sungai Rangit di Desa Tempayung!
  7. Mendesak Kapolri, Kapolda Kalimantan Tengah dan KaPOLRES Kotawaringin Barat untuk segera menarik anggotanya dari pengamanan perusahaan PT. PT Sungai Rangit Sampoerna Agro dan perusahaan lainnya yang ada di Kotawaringin Barat!
  8. Mendesak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk segera mengesahkan Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Kotawaringin Barat dan menetapkan pengakuan bagi komunitas masyarakat adat di Kotawaringin Barat.
  9. Meminta pemerintah melalui kementrian terkait untuk melakukan audit menyeluruh terhadap tingkat kepatuhan perusahaan sawit dalam memenuhi kewajiban 20% yang tertuang dalam UU no 39 Tahun 2014 tentang perkebunan.

Kontak Person :

  1. Mardani ( AMAN Kobar) – 0812-5097-1888
  2. Eep Saepulloh, S.H (Sawit Watch) – 0812-9501-733

KOALISI KEADILAN UNTUK TEMPAYUNG :

  1. Masyarakat Adat Tempayung
  2. PB AMAN
  3. PD AMAN Kotawaringin Barat
  4. PW AMAN Kalimantan Tengah
  5. WALHI Kalimantan Tengah
  6. Save Our Borneo
  7. Progress Palangka Raya
  8. Sawit Watch
  9. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Kotawaringn Barat
  10. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara ( PPMAN )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *