“Menyulam Peta, Menjaga Jantung Leluhur: Pelatihan Pemetaan di Tumpuk Haringen”
Suasana pada saat acara pembukaan Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II | Potret Panitia
Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II dilaksanakan di Aula Haringen (Komuntas Haringen), Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah selama 7 (tujuh) hari pada selasa-senin, (12-18/11/2024).
“Kegiatan berlangsung dari tanggal 12-18 November 2024, kalau kita menerjemahkan TOT kegiatan kita yaitu Melatih Pelatih, kegiatan ini sudah dilakukan 2 (dua) kali, sebelumnya kita lakukan di komunitas lewu Tumbang Malahoi dan sekarang tetap konsisten melakukan kegiatan di komunitas khususnya di komunitas Tumpuk Haringen. Dari rangkaian kegiatan selama 7 (tujuah) hari yang dilakukan berlangsung kondusif dan disambut baik oleh perangkat desa Haringen sampai tetua adat di Tumpuk Haringen.”, Ujar Wahdjudae sebagai Ketua Panitia
Berdasarkan referensi yang bersumber dari kerangka acuan Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II, bahwasannya kegiatan ini berlatar belakang pada sebuah landasan pacu dari Kongres AMAN yang ke – VI yang telah melahirkan sebuah keputusan monumental, sebuah janji besar kepada masa depan yang memanggil setiap anggota komunitas adat untuk menyelesaikan pemetaan wilayah adatnya pada tahun 2027. Target ini bukan sekadar catatan dalam lembaran kertas; ia adalah panggilan jiwa untuk menjaga jantung tanah leluhur tetap berdetak. Namun, di balik visi yang megah ini, terhampar jalan yang berliku, menuntut gerak cepat, ketelitian, dan persiapan yang tak hanya matang, tapi sempurna.
Bagi AMAN Kalimantan Tengah, tantangan ini cukup menantang. Dengan 343 komunitas adat yang tersebar di hutan, lembah, dan pesisir, hanya segelintir yang telah berhasil memetakan wilayah mereka. Di antara riak sungai dan desau angin rimba, banyak wilayah adat yang masih berbisik tanpa peta, tanpa jejak yang memastikan bahwa tanah itu milik nenek moyang mereka. Namun, tekad harus tetap membaja, sebab tanah ini bukan hanya soal hak, tetapi juga martabat.
Namun, satu hal yang tak bisa diabaikan adalah keterbatasan manusia yang terampil dalam seni dan ilmu memetakan. Sebuah seni yang membutuhkan mata elang untuk melihat detail, tangan kokoh untuk menggurat batas, dan hati yang penuh cinta untuk tanah leluhur. Jumlah fasilitator yang mampu mengemban tugas ini masih terlampau sedikit. Kekosongan ini adalah luka yang perlu dijahit dengan segera, dan pelatihan fasilitator pemetaan partisipatif, atau “Training of Trainer” (ToT), menjadi benang harapan yang dapat menyulam kembali keteguhan tekad.
Pelatihan ini bukan hanya sekadar transfer ilmu, melainkan juga pemberdayaan jiwa. Mereka yang dilatih akan menjadi lilin yang menerangi jalan komunitas lain, membawa keterampilan sekaligus semangat untuk menuntaskan pemetaan wilayah adat. Sebab pemetaan bukan hanya menggambar batas di atas kertas, tetapi juga menegaskan cerita, sejarah, dan warisan yang tak boleh hilang ditelan zaman.
Nampak peserta sangat antusias belajar bersama fasilitator pada Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II | Potret Panitia
Ketika pemetaan selesai, lahirlah Perencanaan Wilayah Adat, sebuah kesepakatan luhur yang menjadi panduan bagi langkah-langkah ke depan. Perencanaan ini adalah seperti sebuah peta hidup, yang bukan hanya mengarahkan tetua adat, pemuda-pemudi, dan perempuan adat dalam mengambil keputusan, tetapi juga menjadi tonggak yang mempersatukan mimpi-mimpi mereka. Ia adalah cerminan kebersamaan, sebuah bukti bahwa keputusan terbaik lahir dari musyawarah dan kerja bersama.
Namun, perencanaan ini bukan hanya soal mencatat apa yang ada dan apa yang akan dilakukan. Ia harus berdiri di atas prinsip keberlanjutan dan keadilan. Wilayah adat, dengan segala kekayaannya, harus tetap mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup bagi komunitas adat: pangan yang tumbuh subur dari tanahnya, air yang mengalir jernih dari sumber-sumber alaminya, tempat tinggal yang kokoh dan nyaman, pakaian yang terbuat dari serat alam, serta energi yang dihasilkan tanpa merusak alam.
Lebih dari itu, perencanaan ini harus mengakar pada kesadaran akan ancaman. Ancaman dari pihak luar yang ingin mengerogoti tanah adat setempat dan kerawanan bencana, yang kian nyata di tengah perubahan iklim, harus menjadi pertimbangan utama. Wilayah adat harus dirancang agar mampu bertahan menghadapi banjir, atau kekeringan, tanpa kehilangan identitasnya sebagai ruang hidup yang harmonis dengan alam.
Bayangkan, ketika rencana ini terwujud, komunitas adat tidak hanya mempertahankan hak atas tanah mereka, tetapi juga menjaga harmoni antara manusia dan alam. Tetua adat akan berjalan dengan bangga, melihat tanah leluhur yang tetap subur dan terjaga. Pemuda-pemudi adat akan tumbuh dengan pemahaman mendalam tentang sejarah dan tanggung jawab mereka. Sementara perempuan adat, yang sering kali menjadi penjaga kehidupan sehari-hari, akan merasa aman karena masa depan anak-anak mereka dijamin oleh keberlanjutan tanah yang mereka pijak.
Perjalanan menuju 2027 ini memang penuh liku, tetapi ia adalah perjalanan yang mulia. Setiap langkah adalah ikhtiar untuk memastikan bahwa warisan leluhur tidak hanya menjadi cerita, tetapi juga menjadi kenyataan yang hidup. Setiap goresan di peta adalah janji kepada generasi mendatang, bahwa tanah ini akan tetap menjadi milik mereka, tetap menjadi tempat yang memberi kehidupan, dan tetap menjadi simbol keberanian untuk melawan ketidakadilan.
Maka, setiap komunitas adat, setiap tetua, setiap pemuda, dan setiap perempuan adat harus bersatu dalam semangat yang sama. Di tengah tantangan, mereka harus menjadi seperti akar pohon tua yang saling terkait di bawah tanah, saling menopang agar batangnya tetap tegak meski diterpa badai. Sebab hanya dengan kebersamaan, mimpi besar ini dapat terwujud.
Kongres AMAN – VI telah menyalakan obor perubahan. Kini, tugas kita semua adalah menjaga agar nyala itu tidak padam, menerangi jalan menuju masa depan yang adil, berdaulat, dan berkelanjutan bagi komunitas adat di seluruh penjuru negeri.
Tujuan dari kegiatan ini ialah agar mempertajam pengertian pentingnya wilayah adat dan membagikan pengetahuannya kepada anggota komunitas, terampil melengkapi persyaratan administratif organisasi, terampil mengali data sosial, terampil mengunakan alat-alat pemetaan dan membuat peta manual, dan melakukan praktek fasilitasi perencanaan wilayah adat di salah satu komunitas masyarakat adat di daerah Barito Timur.
Adapun peserta pelatihan berjumlah 10 (sepuluh) orang, masing-masing berasal dari pengurus Harian Wilayah AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ) KALTENG, Pengurus Harian Daerah AMAN Barito Timur, Pengurus Harian Daerah AMAN Barito Utara, Pengurus Harian Daerah AMAN Kotawaringgin Barat, Pengurus Harian Daerah AMAN Pulang Pisau.
Salah satu fasilitator sedang menyampaikan materi pada Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II | Potret Panitia
Hasil yang diharapkan pada kegiatan ini yaitu tersedianya fasilitator Pemetaan Partisipatif di pengurus wilayah dan pengurus daerah, rencana kerja bersama tingkat pengurus daerah dan pengurus wilayah Kalimantan Tengah terkait pemetaan wilayah adat sampai dengan tahun 2027 serta adanya draft dokumen perencanaan wilayah adat daerah Barito Timur khususnya komunitas Haringen.
Secara garis besar gambaran patok-patok kegiatan selama kurang lebih 7 (tujuh hari) berlangsung dan ditutup dengan harapan penuh yang disalurkan dan diejawantahkan oleh para peserta kegiatan dari masing-masing perwakilan Pengurus Daerah dan perwakilan dari pengurus wilayah secara gamblang, tegas dan jelas serta penuh antusias.
“Berjalannya kegiatan sangat bagus artinya manfaatnya juga sangat bagus untuk pengetahuan Pengurus Daerah Khususnya bahkan komunitas tempat acara ini, karena sebelumnya tidak pernah ada dilakukan pelatihan pemetaan ini. Semoga ini bisa terus berlanjut, karena nantinya kami ada meminta dari pengurus wilayah untuk sosialisasi dan pelatihan pemetaan ini untuk setiap komunitas yang ada di Barito Timur. Kesannya di kegiatan ini kita merasakan sesuatu yang baru, banyak dari kawan-kawan pengurus wilayah yang rata-rata muda memberikan pengetahuan yang membuat komunitas mengerti pentingnya pemetaan, kemudian tentang AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). Harapannya semoga kegiatan ini berlanjut, lebih baik lagi ke depanya dan kalau bisa merambat ke seluruh komunitas-komunitas khususnya di Barito Timur ini”, ucap Agus Harianto perwakilan dari Pengurus Daerah AMAN Barito Timur
Tidak kalah semangat juga, dalam penyampaiannya, perwakilan dari Pengurus Daerah AMAN Kotawaringin Barat, mengutarakan puing-puing harapannya dengan penuh sukacita serta menerangkan seperangkat keterangan terkait proses selama mengikuti kegiatan pelatihan.
“Selama kegiatan beberapa hari ini banyak belajar beberapa hal sih, mulai dari pemetaan, membuat peta skala dari menentukan koordinat titik GPS (Global Positioning System), dari pembuatan peta dan banyak lagi yang dipelajari selama ini. Pesan untuk pengurus-pengurus daerah AMAN laiinya agar bisa mengikuti sosialisasi ini karena sangat bermanfaat untuk pengurus-pengurus daerah AMAN lainnya untuk bisa membuat peta di wilayah masing-masing. Harapan saya dari apa yang dipelajari selama kegiatan ini dapat membantu dalam membuat peta di wilayah saya maupun di pengurus daerah AMAN lainnya”, jelas Zildan Setiawan
Selanjutnya dari perwakilan Pengurus Daerah AMAN Pulang Pisau, turut menyampaikan pendapatnya terkait kegiatan yang berlangsung selama kurang lebih 7 (tujuh) hari di Tumpuk Haringen dengan penuh semangat juga menutup pendapatnya dengan harapan penuh kasih untuk kegiatan ini.
Penutupan kegiatan Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II | Potret Panitia
“ sangat baik dan sangat menambah ilmu untuk kegiatan selama beberapa hari ini bagi kami khususnya, semoga nanti ilmu-ilmu yang kami dapat di sini bisa kami laksanakan, kembangkan di pengurus daerah kami masing-masing. Rencana tindak lanjut setelah kegiatan ini, kami nantinya melakukan sosialiasi di komunitas-komunitas dan akan mendata komunitas apa yang lebih dulu menjadi prioritas yang akan dipetakan. Kami mengharapkan untuk di wilayah Pulang Pisau agar dapat terpetakan semuanya dan juga untuk semua kader-kader akan dilatih di sana agar dapat melaksanakan pemetaan secara mandiri dan juga mengharapkan bantuan dari kepala desa dan camat di kecamatan terutama untuk memfasilitasi kami. Harapan kami dari hasil pelatihan ini dapat dirasakan manfaatnya di komunitas, pemerintah daerah termasuk kepala desa dapat mendukung dan mensosialisasikan kepada komunitas karena kegiatan ini penting dan bermanfaat untuk masyarakat atau komunitas setempat, supaya komunitas itu mengerti bahwa menjaga hak-hak mereka di dalam memelihara terutama mengenai lingkungan mereka supaya dapat terjaga sampai ke anak cucunya ke depan (memiliki lahan, tidak dapat diganggu dari pihak mana pun”, Tegas Pak Atis
Tanpa menunggu lama, pusat perhatian beralih kepada pengurus daerah AMAN Barito Utara yang diwakili oleh Ernes ketika menerangkan pendapatnya dengan lantang dan penuh antusias menyampaikan kata perkata, kalimat per-kalimat tentang kegiatan selama berlangsung dan melontarkan di akhir kalimat berisi harapan yang tersirat melalui lantunan melodi suara tegasnya.
“ Kegiatan ini sangat menarik dan baik bagi kami sebagai pengurus daerah agar bisa kami salurkan kepada komunitas-komunitas yang ada di Barito Utara. Untuk rencana tindak lanjut kami mengikuti program yang sudah ada; sosialisasi program yang telah kami terima ini dan berkoordinasi dengan ketua pengurus daerah kami. Kesan kami selama mengikuti kegiatan ini sangat antusias sekali kami ini terkait apa yang telah disampaikan oleh fasilitator. Harapannya agar kegiatan ini terus berlanjut baik dari pengurus wilayah AMAN KALTENG selalu komunikasi dan bersama-sama untuk melaksanakan kegiatan semacam ini supaya lebih menarik lagi di kalangan komunitas”, Terang Ernes
Perwakilan dari peserta terakhir yang menyampaikan pendapatnya tentang kegiatan yang sudah berlangsung ini, dilontarkan dengan elegan oleh Andre yang menjadi perwakilan dari Pengurus Wilayah AMAN KALTENG.
“Selama kegiatan yang pertama materinya bermanfaat, enak di dengar. Kedua, terkait kondisi tubuh karena pertama datang langung terkena demam, flu dan batuk (sakit), itu juga yang menjadi hambatan selama mengikuti kegiatan, namun lagi-lagi dari hal itu tetap tumbuh rasa semangat karena menyangkut pelatihan ini dibutuhkan bagi kami-kami yang jadi perserta seperti pengurus-pengurus daerah AMAN (kabupaten) dan pengurus wilayah AMAN (Provinsi) untuk mengetahui apa itu peta?, apa itu AMAN?, apa itu wilayah adat?. Motivasi saya mengikuti ini ialah bagaimana sih kita menjaga wilayah adat kita?, kita saat ini tahu bahwa banyak kampung-kampung digusur perusahaan, tapi cara perlawanannya seperti apa?. Nah, di AMAN ini salah satunya, upaya untuk menjaga komunitas ataupun kampungnya dengan perjuangan melalui peta wilayah adat. Kesan saya luar biasa dalam artian orang kampung ada juga ikut, bukan hanya peserta-peserta yang diundang. Harapannya saat kami pulang ke daerah-daerah kami masing-masing bisa mengajarkan pemuda, orang tua ataupun tokoh-tokoh masyarakat adat terutama di kampungku karena di sana ada perusahaan Borneo Prima, yaitu perusahaan besar (perusahaan batu bara), kemudian untuk peserta semoga nantinya bisa menjadi fasilitator yang baik, ilmu yang didapat bisa ditranfer ke orang kampung terutama di kampungnya mereka masing-masing atau sekaligus mengajarkan di pengurus-pengurus daerah mereka terkait dengan Pemetaan Partisipatif Wilayah Adat karena ini salah satu jalan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara untuk memberikan perlindungan terhadap wilayah-wilayah adatnya. Untuk panitia, kita sama-sama belajar, dari panitia juga mengajarkan dari pemahaman mereka masing-masing dan juga itu menjadi bahan belajar peserta, panitia dan fasilitator. Untuk fasilitator agar kiranya tidak berhenti di sini untuk membagi ilmunya melainkan semakin meluas. Untuk komunitas di Tumpuk Haringen agar bisa memetakan wilayahnya sendiri secara mandiri”, Tandasnya
Pembagian Cendera Mata yang diwakili oleh perwakilan Pengurus Daerah AMAN Barito Timur untuk diberikan kepada perwakilan BPD Haringen | Potret Panitia
Terakhir, Wahdjudae, seorang lelaki dengan potongan rambut pendek rapi dan berkumis tipis, melontarkan baling-baling harapannya ke udara, bahwasannya kegiatan ini gunanya untuk menambah keterampilan komunitas tentang pemetaan wilayah adat sesuai konteksnya masing-masing.
“Kepada kader-kader AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) untuk menambah keterampilan dalam hal pemetaan guna membantu komunitas, yang di mana terus kita upayakan secara konteks. Masyarakat adat perlu cara pandang khusus untuk mengawal atau memfasilitasi proses pemetaan partisipatif wilayah adat. Layaknya virus yang terus menyebar, di mana yang dibekali akan membekali dan seterusnya sampai di mana masyarakat adat dapat memetakan wilayah adatnya secara mandiri di tata ruang wilayahnya”, tutupnya
Foto bersama pada saat penutupan Pelatihan Fasilitator Pemetaan Partisipatif atau Training Of Trainer (TOT) Wilayah Adat Gelombang II | Potret Panitia
DuaEnam/AMANKALTENG
***