BeritaBerita Masyarakat AdatKasusPers Rilis

“PLASMA”KU SAYANG, “PLASMA”KU MALANG. (jejak petani sawit hari ini)

“Menjadi petani sawit mungkin tidak menjadi cita cita bagi sebagian orang yang kampungnya dimasuki oleh perusahaan dan koorporasi. Titipan tanah orang tua yang diharapkan menjadi alat untuk melanjutkan hidup kini menjadi asing bagi mereka ketika melewatinya karena rumah sudah runtuh sejak tergantikan oleh pandangan merah brondol brondol  sawit yang nanti ketika busuk dan jatuh ke tanah bisa dijual atau dijadikan lauk makan.”

PLASMA – yang nanti akan dijadikan cerita sebagai jebakan kaum koorporasi untuk memakan dan membunuh kampung secara perlahan dengan narasi manis diawal yang membuai; sejahtera.

Puluhan perusahaan sawit yang sudah masuk sejak tahun 1990an dan masih terus berproduksi sampai dengan hari ini tentu bukan berita baru.  Kalimantan Tengah di tahun 2022 sebagai penghasil sawit terbesar nomor 2 di Indonesia (databoks.katadata.co.id) dengan Volume Produksi 7 juta ton pertahun menjadi bukti bahwa pesat dan masifnya perkembangan sektor sawit di Kalimantan Tengah dan menjadikannya pendukung sektor ekonomi nasional. Apakah ini sebanding dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat dikampungnya?

Dalam sejarah kemitraan perusahaan sawit dan kampung, kita mengenal istilah “inti-plasma”, dimana perusahaan sebagai inti dan kampung sebagai plasmanya. Dan aturan pada Permentan No. 26  tahun 2007, Pasal 11 Ayat 1 yang berbunyi:

“Perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau  Izin Usaha Perkebunan untuk Budi Daya (IUP-B) , wajib membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

Pun aturan yang terkait kemitraan plasma ini pun tertuang dalam:

  1. Permentan No. 98 Tahun 2013, Pasal 15 Ayat 1

  2. UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 58

  3. UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 58;

Yang sama sama memuat bahwa perusahaan wajib membangun kebun untuk masyarakat sebesar 20% dari luasan kawasan IUP.

Faktanya, plasma yang disayang oleh orang kampung  menjadi malang bahkan sejak dulu kala di Indonesia. Di Kalimantan Tengah sendiri, banyak media lokal yang mengangkat isu terkait plasma ini yang memang bermasalah sejak dulu; masyarakat tidak mendapat kompensasi dari kerjasama kemitraan tersebut.

Meskipun instruksi jelas telah dikatakan oleh Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran dalam Sosialisasi dan Penyerahan Perkara Kemitraan Inti Plasma Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Tengah pada 2022 lalu yang tegas menyatakan bahwa Perusahaan Besar Swasta (PBS) wajib memenuhi kewajiban kemitraan plasma mereka, nyatanya konflik masih terjadi.

Jumat 06 Juli 2023,warga Desa Durian Tunggalo, Bukit Buluh, Tumbang Bai, Mugi Penyuhu dan Ayawan Kabupaten Seruyan berkumpul dan melakukan aksi di wilayah perusahaan PT. BJAP (Bangun Jaya Alam Permai) guna menuntut hak plasma 20% mereka yang berujung rusuh dan kontak dengan polisi dan aparat setempat yang berakhir dengan beberapa warga ditangkap, puluhan mobil dan bangunan rusak parah.

warga yang mendatangi kantor perusahaan – sumber : WA grup –
kondisi pasca bentrok warga dan aparat
-terlihat warga dan aparat-

AMAN Kalimantan Tengah  memang menentang Skema Kemitraan Plasma yang sedari awal menilai bahwa dampak yang ditimbulkan tidak akan mendukung dan mensejahterakan hak – hak masyarakat adat. Ferdi Kurnianto selaku Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Kalteng memberikan komentarnya terkait hal ini, “Permasalahan Plasma ini terjadi dimana mana di Kalimantan Tengah. Yang terjadi di Seruyan dapat dikatakan luapan kejenuhan atas janji – janji yang jarang terealisasi. Polanya sama, para pemangku kebijakan baru memberikan perhatian kepada masyarakat ketika kejadian konflik telah terjadi. Harusnya sejak awal, sebagai mitigasi agar hal – hal seperti ini tidak terjadi. Kepada masyarakat adat yang saat ini wilayah adatnya yang masih belum dimasuki oleh PBS agar menjadikan ini pelajaran untuk mengambil keputusan terkait hutan, tanah dan air. Sudah banyak contoh yang menunjukkan bahwa hadirnya PBS diwilayah adat telah memberikan dampak sosial dan dampak lingkungan yang negatif.”

#SahkanRUUMasyarakatAdat #konflik

ap-amankalteng

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *