Berita

Aksi Solidaritas Di Tumbang Malahoi: Masyarakat Adat Desak Pengesahan RUU Masyarakat Adat

Foto bersama yang dilakukan setelah aksi  oleh masyarakat Lewu Tumbang Malahoi | Foto oleh Koordinator Aksi

 

TUMBANG MALAHOI-, Pada hari Jumat, (4/10/2024), masyarakat adat di Lewu Tumbang Malahoi, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menggelar aksi solidaritas kampung yang penuh makna. Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang puncaknya akan dilaksanakan pada 10 Oktober 2024, dengan tuntutan utama agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat. Menurut koodinator lapangan, Aksi ini juga mendapatkan dukungan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menggugat Undang-Undang (UU) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini didaftarkan pada 17 September 2024 oleh Pengurus Pusat Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN AMAN) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Aksi solidaritas yang dilakukan oleh masyarakat adat di Lewu Tumbang Malahoi ini adalah bukti nyata kegigihan mereka dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan. Sejak tahun 2014, RUU Masyarakat Adat sudah masuk dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda RUU tersebut akan disahkan. Hal ini tentu saja memicu kekhawatiran, mengingat banyak masyarakat adat yang mengalami perampasan wilayah dan ruang hidup akibat belum adanya produk hukum yang jelas dan tegas yang melindungi mereka.

Kondisi ini diperparah dengan lahirnya berbagai regulasi baru yang justru semakin menekan masyarakat adat, serta kriminalisasi yang menimpa mereka saat mempertahankan tanah adat dari konsesi-konsesi yang masuk. Di tengah situasi yang sulit ini, masyarakat adat di berbagai daerah, termasuk di Lewu Tumbang Malahoi, tak tinggal diam. Mereka terus menyuarakan aspirasi mereka, berharap pemerintah segera mengesahkan RUU yang akan menjadi payung hukum bagi hak-hak masyarakat adat di Indonesia.

Aksi yang digelar di Lewu Tumbang Malahoi ini bukan hanya sekedar bentuk protes, tetapi juga sebagai upaya untuk mendesak pemerintah, baik di tingkat lokal maupun nasional, agar segera mengambil langkah konkret. Dalam aksi tersebut, masyarakat adat mengajukan beberapa tuntutan utama. Pertama, mereka mendesak agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan. Kedua, mereka meminta agar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dicabut.

Alasan di balik tuntutan ini adalah karena UU tersebut dinilai tidak adil bagi masyarakat adat. Sebagai komunitas yang hidup bergantung pada alam, mereka merasa terpinggirkan oleh aturan yang mengutamakan pelestarian lingkungan tetapi mengabaikan peran dan hak masyarakat adat dalam mengelola wilayah mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka juga meminta agar DPRD Kabupaten Gunung Mas mendukung penuh pengesahan RUU Masyarakat Adat dan mendesak Pemerintah Kabupaten Gunung Mas untuk mempercepat pengakuan terhadap wilayah adat yang ada di kabupaten tersebut.

Tuntutan terakhir, namun tidak kalah penting, adalah agar pemerintah daerah memasukkan 14 wilayah adat yang telah diakui secara resmi ke dalam rencana tata ruang Kabupaten Gunung Mas. Hal ini penting untuk memastikan bahwa wilayah adat tersebut mendapatkan perlindungan hukum yang jelas dan tidak dapat diambil alih oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan lain.

Ritual Manawur: Simbol Restu dari Leluhur

Selain aksi protes, masyarakat adat di Lewu Tumbang Malahoi juga melakukan ritual adat yang disebut manawur. Menurut  Kali M. Pukas, Pemimpin Ritual, menerangkan bahwa Ritual ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan permohonan restu kepada leluhur, agar seluruh kegiatan yang mereka lakukan dalam aksi solidaritas ini, termasuk aksi serentak yang akan digelar pada 10 Oktober 2024, dapat berjalan dengan lancar.

Foto saat pelaksaan ritual manawur setelah aksi solidaritas lewu Tumbang Malahoi untuk menuntut RUU Masyarakat Adat | Foto oleh koordinator aksi

Manawur bukan hanya sekedar upacara adat, tetapi juga simbol kuat hubungan spiritual antara masyarakat adat dengan alam dan leluhur mereka. Dalam budaya Dayak, leluhur memiliki peran penting dalam menjaga harmoni dan keseimbangan antara manusia, alam, dan dunia gaib. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil oleh masyarakat adat, terutama yang berkaitan dengan perjuangan hak-hak mereka, selalu disertai dengan ritual sebagai bentuk permohonan izin dan restu dari leluhur.

Foto pada saat dilaksanakan ritual manawur | difotokan oleh koordinator aksi

Ritual ini dilakukan dengan penuh khidmat oleh para tokoh adat, kepala desa, dan seluruh masyarakat yang hadir. Mereka berkumpul di tempat yang dianggap sakral, membawa sesajen yang terdiri dari hasil bumi seperti padi, buah-buahan, dan daging hewan. Setelah doa dan nyanyian adat dilantunkan, sesajen tersebut dipersembahkan kepada leluhur sebagai simbol penghormatan dan rasa terima kasih atas perlindungan yang telah diberikan.

Peran Tokoh Adat dan Pemimpin Lokal                     

Dalam aksi solidaritas ini, peran para tokoh adat dan pemimpin lokal sangatlah penting. Kepala desa, mantir adat, serta tokoh-tokoh masyarakat adat lainnya hadir dan memberikan dukungan penuh terhadap aksi ini. Mereka bukan hanya berperan sebagai pemimpin formal, tetapi juga sebagai penjaga tradisi dan identitas masyarakat adat yang sedang diperjuangkan.

Kehadiran mereka menunjukkan bahwa perjuangan masyarakat adat bukanlah perjuangan individu, tetapi perjuangan kolektif yang melibatkan seluruh elemen komunitas. Hal ini tercermin dalam semangat gotong royong yang selalu menjadi ciri khas masyarakat adat. Semua elemen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, turut ambil bagian dalam aksi ini.

Koordinator lapangan aksi, Kali M. Pukas, menyampaikan harapannya agar aksi solidaritas yang dilakukan ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Gunung Mas. Menurutnya, pemerintah harus segera merespon tuntutan yang diajukan oleh masyarakat adat, terutama dalam hal pengesahan RUU Masyarakat Adat yang sudah lama dinantikan.

“Harapannya supaya apa yang menjadi tuntutan khusus pada poin-poin tuntutan kami diperhatikan oleh pemerintah Gunung Mas,” ujar Kali dengan tegas.

Perjuangan Panjang yang Belum Berakhir

Aksi solidaritas di Lewu Tumbang Malahoi ini hanyalah salah satu dari sekian banyak aksi serupa yang dilakukan oleh masyarakat adat di berbagai daerah di Indonesia. Mereka semua memiliki satu tujuan yang sama, yaitu mendapatkan pengakuan atas hak-hak mereka sebagai masyarakat adat. Perjuangan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan sebelum RUU Masyarakat Adat masuk dalam agenda DPR-RI pada tahun 2014.

Namun, hingga saat ini, perjuangan tersebut belum juga membuahkan hasil yang diharapkan. RUU Masyarakat Adat masih tertahan di meja parlemen, sementara di lapangan, masyarakat adat terus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perampasan tanah, kriminalisasi, hingga pelanggaran hak asasi manusia.

Meskipun demikian, semangat masyarakat adat tidak pernah surut. Aksi solidaritas seperti yang dilakukan di Lewu Tumbang Malahoi ini adalah bukti bahwa mereka akan terus memperjuangkan hak-hak mereka hingga tujuan tercapai. Dukungan dari berbagai pihak, seperti AMAN dan WALHI, juga semakin memperkuat gerakan ini. Dengan adanya gugatan terhadap UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di MK (Mahkamah Konstitusi), diharapkan ada perubahan signifikan dalam kebijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat adat.

Melihat situasi ini, harapan terbesar masyarakat adat adalah adanya perubahan nyata dalam kebijakan pemerintah. Pengesahan RUU Masyarakat Adat bukan hanya akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat, tetapi juga menjadi langkah awal untuk mengembalikan hak-hak mereka yang selama ini dirampas. Selain itu, pemerintah juga diharapkan lebih bijaksana dalam mengeluarkan regulasi terkait lingkungan dan sumber daya alam, dengan melibatkan masyarakat adat sebagai pihak yang memiliki kearifan lokal dalam mengelola alam secara berkelanjutan.

Dengan semakin banyaknya aksi solidaritas yang dilakukan oleh masyarakat adat, baik di tingkat lokal maupun nasional, harapannya adalah pemerintah dan DPR-RI mendengarkan suara mereka dan segera mengambil tindakan yang sesuai. Perjuangan masyarakat adat adalah perjuangan untuk keadilan, dan keadilan tersebut harus diwujudkan demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat adat yang selama ini menjadi penjaga kelestarian alam dan budaya bangsa.

Adapun poin-poin tuntutan pada aksi solidaritas masyarakat adat Tumbang Malahoi ialah sebagai berikut.

  1. Mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.
  2. Mencabut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  3. Meminta Kepada DPRD Kabupaten Gunung Mas Untuk Mendukung Pengesahan RUU Masyaarakat Adat.
  4. Mendesak Pemerintah Kabupaten Gunung Mas agar Mempercepat Pangakuan Masyarakat Adat dan wilayah Adatnya di Kabupaten Gunung Mas
  5. Meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Mas agar Memasukan 14 Wilayah Adat yang sudah dikui kedalam Rencana Tata Ruang Kabupaten Gunung Mas

 

 

DuaEnam/AMANKALTENG

 

***

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *