Berita

Kampanye bersama Koalisi pada Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2024

Dalam rangka menyemarakan peringatan hari Masyarakat Adat Se-Dunia (HIMAS) yang diperingati setiap tanggal 09 Agustus, Koalisi NGO (Non Governmental Organization) menyelenggarakan kegiatan Kampanye bersama NGO  Kalimantan Tengah pada Sabtu, (10/8/2024), di halaman Blok B Pasar Datah Manuah, Jalan Yos Sudarso Palangka Raya, dengan butir-butir agenda yakni sesi pertama ialah Talk Show, lalu dilanjutkan dengan Panggung Rakyat dan Penampilan Komunitas Seni pada sesi kedua.

Para Narasumber pada saat memberikan paparan kepada seluruh audiens, Sabtu, (10/08/2024) | Dokumentasi : SOB

 

Adapun ketua koordinator kegiatan, Paulus Alfons Yance Dhanarto atau biasa dipanggil Danar, menerangkan melalui sambutannya terkait kegiatan yang diinisiasi oleh 5 (lima) NGO dan juga sekaligus menjadi peserta yakni terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Tengah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya, Yayasan Betang Borneo Indonesia (YBBI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaliamantan Tengah , dan Save Our Borneo (SOB) Palangka Raya.

Talkshow yang bertemakan “Hutan Milik Masyarakat Adat” berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam dan dibawakan oleh Yuliana sebagai Moderator (Dosen FISIP Uvinersitas Palangka Raya). Para Narasumber dalam paparan singkatnya sangat antusias dalam menyampaikan poin penting yang mereka terangkan kepada para undangan talkshow yang terdiri dari berbagai NGO dan Universitas di Palangka Raya.

Talkshow Kampanye Bersama Koalisi NGO Kalimantan Tengah; Dok : SOB

“Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak konflik tenurial di Kalimantan Tengah dan hak-hak dari masyarakat adat tidak sepenuhnya diakui melalui kebijakan dari pemerintah. Salah satunya yang kita dorong melalui koaliasi yakni bagaimana mendorong kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah terkait pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat” ujar Ferdi Kurnianto selaku Ketua AMAN KALTENG.

Narasumber lain yakni dari Save Our Borneo (SOB), yang diwakili pengiatnya Herlianto,  menyampaikan juga bahwa ada beberapa konfik yang membuat masyarakat itu sendiri dikriminalisasi serta menyinggung terkait perizinan.

Ada beberapa konflik seperti konflik tanah, lahan, alih fungsi dan lain-lain  yang menciptakan masyarakat adat itu dikriminalisasi.  Selama ini masyarakat dihadapkan dengan susahnya mendapatkan perizinan, padahal pada deklarasi PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) yakni masyarakat mempunyai hak atas tanah, wilayah dan sumber dayanya, jadi yang seharusnya negara  memberikan itu untuk masyarakat adat”, tegasnya.

Adapun narasumber ketiga yakni dari Solidaritas Perempuan (SP) Mamut Menteng Kalimantan Tengah, Kak Irene menegaskan bahwa hak untuk perempuan adat tidak diakomodir.

“Berbicara soal masyarakat adat terutama hak perempuan adat sampai saat ini kami masih melihat bahwa hak untuk perempuan adat itu tidak diakomodir, baik itu dalam pengelolaan sumber daya alamnya sehingga perempuan-perempuan saat ini di Kalimantan Tengah  mengalami ketidakadilan dalam berbagai hal baik itu secara ekonomi, sosial, budaya”, jelas Irene Natalia Lambung.

Di sisi lain Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Kalimantan Tengah, melalui Bayu menambahkan bahwasannya dari sisi lingkungan yakni masyarakat adat memiliki peran besar terutama pada hutan dan juga menegaskan terkait di Kalteng adanya krisis ekologis.

“Kami melihat konteks lingkungan masyarakat adat itu sangat berperan dan berkontribusi besar terkait dengan hutan pastinya bagaimana mereka berdasarkan pengetahuan dan kearifan lokalnya itu mempertahankan hutan dan menjaga hutan untuk keberlanjutan lingkungan. Hari ini menurut WALHI, Kalimantan Tengah mengalami kondisi krisis ekologis salah satunya hutan sudah mulai sangat sedikit dan ini menjadi penting kita semua mendukung peran masyarakat adat untuk mempertahankan hutan yang tersisa dan melakukan pemulihan terhadap lingkungan yang krisis tadi”, terang Bayu Herinata.

Narasumber selanjutnya, yakni dari YBBI (Yayasan Betang Borneo Indonesia), Afandy, menuturkan bahwa masyarakat adat ialah elemen dari bangsa Indonesia yang kurang mendapatkan perhatian.

“Masyakat adat menjadi salah satu elemen dari bangsa Indonesia yang kurang mendapat perhatian selama ini, mereka cenderung termarjinalisasi, kemudian ruang hidupnya semakin menyempit karena adanya desakan-desakan praktik investasi yang kemudian menyerobot ruang hidup mereka”, tutur Afandy.

Terakhir, Sandi Jaya Prima dari LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Palangka Raya, menyampaikan dengan singkat bahwa dari sudut konstitusi Indonesia mengakui adanya masyarakat adat namun secara praktek malah justru berakhir di jerusi besi.

“Selama ini memang LBH Palangka Raya banyak melakukan pendampingan hukum khususnya terkait dengan masyarakat adat. Secara konstitusi Indonesia mengakui adanya masyarakat adat, namun prakteknya justru ketika masyakat  menuntut haknya terkait dengan wilayah adat, hutan adat justru mereka akan berakhir dipenjara”, tutup Sandi.

Salah satu undangan Talshow yang hadir mengemukakan keresahan hatinya saat sesi tanya jawab dibuka, “Nama Saya Lincewati. Saya dari Tumbang Joloi, salah satu orang yang memang tinggal di hutan dan menghabiskan hidup Saya disana. Bagi Saya, hutan tidak hanya untuk tempat Saya hidup tapi juga Ibu bagi Saya. Bagaimana bila hutan sudah habis?” tuturnya.

Lincewati saat Talkshow Kampanye bersama Koalisi NGO peringatan HIMAS 2024; Dok; SOB

Dalam peringatan tersebut yang berdekatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus), tentu ini menjadi tugas dan perjuangan bersama yang akan terus dikampanyekan dan digerakkan, bagaimana masing-masing dari kita menjalani perannya dalam tujuan yang lebih besar dalam pengakuan dan pengakomodiran Masyarakat Adat.

Foto bersama pada Kampanye Koalisi NGO Kalimantan Tengah HIMAS 2024; Dok : SOB

Sesi Kedua yang dimulai pada jam 7 malam, diisi oleh penampilan dari Komunitas Kolektif dan Seni (Tari, Puisi dan Lagu) yang ikut memperingati HIMAS 2024. Sanggar Tari Riak Tingang Menteng, Aksi Kamisan Kalteng, Sekolah Rakyat (SR) Palangka Raya, Borneo Antifassis, Yasir (Komunitas Seruyan), Kusni Sulang, Rinting, Tajahan Band, Slokey Jam, dan Sangsaka Band serta satu penampilan Karungut berjalan dengan cukup kondusif.

Suasana pada Kampanye bersama Koalisi NGO Kalteng pada peringatan HIMAS 2024; Dok : SOB
Suasana pada Kampanye bersama Koalisi NGO Kalteng pada peringatan HIMAS 2024; Dok : SOB

AMAN Kalimantan Tengah dalam kampanyenya tak henti menyuarakan pentingnya peran serta publik secara luas untuk mendukung pengakuan, perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat adat, salah satunya dengan sama-sama mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang!

DuaEnam-AP/INFOKOM AMAN KALTENG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *